Cermati Status Apartemen Anda

Bila apartemen yang Anda miliki menempati tanah milik pemerintah, bukan murni tanah hasil pembebasan oleh  pengembang, bersiaplah untuk kelak mengeluarkan uang ekstra. Sebab, saat Anda bersama para penghuni lain yang tergabung dalam perhimpunan penghuni ingin memperpanjang HGB (Hak Guna Bangunan), ada biaya ekstra yang mesti dikeluarkan. Dan untuk perpanjangan tersebut, Anda mesti membayar biaya untuk mendapatkan rekomendasi perpanjangan dari sang empunya lahan, yaitu pemerintah.


Semua itu terjadi bila HGB tersebut berdiri di atas HPL (Hak Pengelolaan Lahan). Dalam hal ini, pengembang trelebih dulu mendapatkan hak dari pemerintah untuk mengelola lahan tersebut. Lalu di atas lahan tersebut dibangunlah kompleks apartemen. Nah, para pemilik apartemen tersebut lantas mendapatkan HGB yang berlaku 30 tahun, yang setelah itu bisa diperpanjang 20 tahun lagi, bila mendapat rekomendasi dari pemerintah selaku pemilik lahan.

HGB di atas HPL tersebut berbeda dengan HGB murni. Untuk yang terakhir ini, lahan tempat kompleks apartemen dibangun adalah murni milik  pengembang.

 Lantas, apa ya perbedaan mendasar antara apartemen dengan HGB di atas HPL dan HGB murni? Mari kita menyimak sisi positif, negatif, dan persamaan dua tipe kepemilikan apartemen tersebut—selain yang telah diuraikan sebelumnya.

 1. Untuk dua tipe pemilikan apartemen tersebut, yang dipegang masing-masing pemilik adalah Sertifikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun (SHMSRS). Nah, sertifikat ini merupakan pemecahan dari HGB yang dimiliki secara kolektif.

 2. Dalam hal perpanjangan HGB—yang harus dilakukan setelah 30 tahun, penghuni apartemen ber-HGB di atas HPL harus mengeluarkan biaya ekstra. Maklum, untuk mendapatkan rekomendasi perpanjangan dari pemerintah, ada biaya tertentu untuk pemasukan negara. Di Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 122 Tahun 2001, ditetapkan bahwa besar biaya tersebut sebagai berikut: 5% dari luas lahan x NJOP (Nilai Jual Obyek Pajak). Setelah rekomendasi dari pemerintah didapat, barulah HGB tersebut bisa diperpanjang melalui Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Bila Anda ingin membeli apartemen ber-HGB di atas HPL, hal ini perlu diperhatikan mengingat biaya tersebut cukup berarti, bukan? Bayangkan bila saat perpanjangan tersebut, NJOP apartemen Anda di angka Rp 5 juta per m² sementara luas apartemen tersebut 36 m². Berarti Anda mesti membayar sekitar Rp 9 juta. Tapi bila Anda hendak membeli apartemen tersebut via pasar sekunder, cermati sisa masa berlaku HGB-nya.

3. Berlainan dengan itu, untuk apartemen dengan HGB murni, perpanjangan tersebut bisa langsung dilakukan ke BPN.  Dalam hal ini, perpanjangan HGB tersebut bisa dilakukan oleh pengembang. Bisa pula diperpanjang atas nama perhimpunan penghuni rumah susun bila HGB telah dialihkan ke perhimpunan tersebut. Untuk proses ini, tentu para pemilik apartemen perlu menambah biaya.

4. Sebenarnya, dua tipe pemilikan tersebut sama-sama tak memungkinkan penghuni untuk memiliki hak atas lahan. Yang bisa didapat adalah hak pemilikan atas bangunan yang ada di atas lahan tersebut. Untuk apartemen dengan HGB murni, lahan hanya bisa dimiliki secara kolektif, bukan secara perorangan.

 5. Untuk apartemen ber-HGB di atas HPL, bisa saja suatu saat pemerintah tak memberikan rekomendasi perpanjangan HGB. Misalnya, dikarenakan adanya perubahan Rencana Tata Ruang dan Wilayah. Otomatis, para pemilik apartemen tak lagi punya hak kepemilikan.Tapi perlu dicatat, bahwa dalam hal tersebut pemerintah mesti memberikan ganti rugi ke para pemilik apartemen.

6. Dua tipe pemilikan itu memungkinkan para pemilik melakukan pengalihan kepada pihak ketiga (penjualan). Juga memungkinkan para pemilik meng agunkan apartemen kepada pihak lain seperti bank.
Hanya saja, untuk apartemen ber-HGB di atas HPL, pengagunan kepada pihak lain (misalnya kepada bank untuk mendapatkan kredit) harus mendapatkan rekomendasi dari pemegang HPL 

Sekadar contoh, untuk apartemen yang berdiri di atas tanah negara di Kemayoran, Jakarta Pusat, ada SK Menteri Sekretaris Negara No. B.401/M.Sesneg/D-4/07/2008. Dengan SK itu, apartemen di atas tanah tersebut dapat dijadikan objek hak tanggungan dengan persetujuan tertulis dari pemegang hak pengelolaan. Setelah persetujuan itu ada, Akta Pembebanan Hak Tanggungan (APHT) antara pemilik apartemen dengan pihak lain seperti bank, bisa dibuat.

 7. Terlepas dari beda status lahan yang ditempati, dua tipe apartemen tersebut berkemungkinan digusur oleh pemerintah demi kepentingan umum.

8. Sekadar tambahan, ada pengecualian bila lahan tersebut milik pemerintah melalui Perumnas. Untuk tanah tersebut, status HGB di atas HPL bisa ditingkatkan menjadi HGB murni (dalam hal rumah tinggal yang dibangun di tanah milik Perumnas, status HGB di atas HPL bisa dinaikkan menjadi SHM alias Sertifikat Hak Milik).

 9. Perkembangan terakhir, di ujung tahun 2009, Menteri Perumahan Rakyat Suharso Monoarfo menyatakan keinginan agar persoalan masa berlaku properti ber-HGB bisa selesai di tahun 2010. Ia berjanji akan berhubungan erat dengan BPN untuk menuntaskan hal itu. Menteri Suharso, antara lain, juga menyatakan bahwa akan lebih baik bila masa berlaku HGB tidak hanya 25 tahun, namun diperpanjang menjadi 90 tahun.
Bila minat Menteri Suharso tersebut terwujud, artinya pemilik apartemen ber-HGB di atas HPL bisa menarik napas lebih panjang, bukan? Sebab, masa berlaku HGB lebih lama. Bersama penghimpunan penghuni, pemilik apartemen tersebut tidak perlu membayar biaya kepada pemerintah untuk perpanjangan HGB tersebut dalam waktu 30 tahun satu kali, tapi bisa lebih lama ketimbang waktu tersebut.

Propertykita.com/Achmad Adhito/berbagai sumber
SIMULASIKAN BIAYA KPR ANDA. Khusus the rosewood, Plafon Kredit Bank 80%. Tenor MAX s/d 15 thn.
rumah-dijual 2

Apartemen gading icon by Gading Icon